Badan Hukum Publik dan Ulasan Mengenai Salah Satu Hukum Publik
Badan hukum dalam bahasa Indonesia diartikan
sebagai organisasi atau perkumpulan yang didirikan dengan akta yang otentik dan
dalam hukum diperlakukan sebagai orang yang memiliki hak dan kewajiban atau
disebut juga dengan subyek hukum. Subyek hukum dalam ilmu hukum terbagi menjadi
dua, yaitu orang dan badan hukum. Dapat disebut subyek hukum karena orang dan
badan hukum menyandang hak dan kewajiban hukum.
Saya akan mengulas mengenai salah
satu hukum publik, yaitu Badan Narkotika Nasional (BNN).
1.
Sejarah Badan Narkotika Nasional (BNN)
Sejarah
penanggulangan bahaya Narkotika dan kelembagaannya di Indonesia dimulai tahun
1971 pada saat dikeluarkannya Instruksi Presiden Republik Indonesia (Inpres)
Nomor 6 Tahun 1971 kepada Kepala Badan Koordinasi Intelijen Nasional (BAKIN)
untuk menanggulangi 6 (enam) permasalahan nasional yang menonjol, yaitu
pemberantasan uang palsu, penanggulangan penyalahgunaan narkoba, penanggulangan
penyelundupan, penanggulangan kenakalan remaja, penanggulangan subversi,
pengawasan orang asing.
Berdasarkan Inpres
tersebut Kepala BAKIN membentuk Bakolak Inpres Tahun 1971 yang salah satu tugas
dan fungsinya adalah menanggulangi bahaya narkoba. Bakolak Inpres adalah sebuah
badan koordinasi kecil yang beranggotakan wakil-wakil dari Departemen
Kesehatan, Departemen Sosial, Departemen Luar Negeri, Kejaksaan Agung, dan
lain-lain, yang berada di bawah komando dan bertanggung jawab kepada Kepala
BAKIN. Badan ini tidak mempunyai wewenang operasional dan tidak mendapat
alokasi anggaran sendiri dari ABPN melainkan disediakan berdasarkan kebijakan
internal BAKIN.
Pada masa itu,
permasalahan narkoba di Indonesia masih merupakan permasalahan kecil dan
Pemerintah Orde Baru terus memandang dan berkeyakinan bahwa permasalahan
narkoba di Indonesia tidak akan berkembang karena bangsa Indonesia adalah
bangsa yang ber-Pancasila dan agamis. Pandangan ini ternyata membuat pemerintah
dan seluruh bangsa Indonesia lengah terhadap ancaman bahaya narkoba, sehingga
pada saat permasalahan narkoba meledak dengan dibarengi krisis mata uang
regional pada pertengahan tahun 1997, pemerintah dan bangsa Indonesia seakan
tidak siap untuk menghadapinya, berbeda dengan Singapura, Malaysia dan Thailand
yang sejak tahun 1970 secara konsisten dan terus menerus memerangi bahaya
narkoba.
Menghadapi
permasalahan narkoba yang berkecenderungan terus meningkat, Pemerintah dan
Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR-RI) mengesahkan Undang-Undang
Nomor 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika dan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1997
tentang Narkotika. Berdasarkan kedua Undang-undang tersebut, Pemerintah
(Presiden Abdurahman Wahid) membentuk Badan Koordinasi Narkotika Nasional
(BKNN), dengan Keputusan Presiden Nomor 116 Tahun 1999. BKNN adalah suatu Badan
Koordinasi penanggulangan narkoba yang beranggotakan 25 Instansi Pemerintah
terkait.
BKNN diketuai oleh
Kepala Kepolisian Republik Indonesia (Kapolri) secara ex-officio. Sampai tahun
2002 BKNN tidak mempunyai personel dan alokasi anggaran sendiri. Anggaran BKNN
diperoleh dan dialokasikan dari Markas Besar Kepolisian Negara Republik
Indonesia (Mabes Polri), sehingga tidak dapat melaksanakan tugas dan fungsinya
secara maksimal.
BKNN sebagai badan
koordinasi dirasakan tidak memadai lagi untuk menghadapi ancaman bahaya narkoba
yang makin serius. Oleh karenanya berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 17 Tahun
2002 tentang Badan Narkotika Nasional, BKNN diganti dengan Badan Narkotika
Nasional (BNN). BNN, sebagai sebuah lembaga forum dengan tugas mengoordinasikan
25 instansi pemerintah terkait dan ditambah dengan kewenangan operasional,
mempunyai tugas dan fungsi: 1. mengoordinasikan instansi pemerintah terkait
dalam perumusan dan pelaksanaan kebijakan nasional penanggulangan narkoba; dan
2. mengoordinasikan pelaksanaan kebijakan nasional penanggulangan narkoba.
Mulai tahun 2003
BNN baru mendapatkan alokasi anggaran dari APBN. Dengan alokasi anggaran APBN
tersebut, BNN terus berupaya meningkatkan kinerjanya bersama-sama dengan BNP
dan BNK. Namun karena tanpa struktur kelembagaan yang memilki jalur komando
yang tegas dan hanya bersifat koordinatif (kesamaan fungsional semata), maka
BNN dinilai tidak dapat bekerja optimal dan tidak akan mampu menghadapi
permasalahan narkoba yang terus meningkat dan makin serius. Oleh karena itu
pemegang otoritas dalam hal ini segera menerbitkan Peraturan Presiden Nomor 83
Tahun 2007 tentang Badan Narkotika Nasional, Badan Narkotika Provinsi (BNP) dan
Badan Narkotika Kabupaten/Kota (BNK), yang memiliki kewenangan operasional
melalui kewenangan Anggota BNN terkait dalam satuan tugas, yang mana
BNN-BNP-BNKab/Kota merupakan mitra kerja pada tingkat nasional, provinsi dan
kabupaten/kota yang masing-masing bertanggung jawab kepada Presiden, Gubernur
dan Bupati/Walikota, dan yang masing-masing (BNP dan BN Kab/Kota) tidak
mempunyai hubungan struktural-vertikal dengan BNN.
Merespon
perkembangan permasalahan narkoba yang terus meningkat dan makin serius, maka
Ketetapan MPR-RI Nomor VI/MPR/2002 melalui Sidang Umum Majelis Permusyawaratan
Rakyat Republik Indonesia (MPR-RI) Tahun 2002 telah merekomendasikan kepada
DPR-RI dan Presiden RI untuk melakukan perubahan atas Undang-Undang Nomor 22
Tahun 1997 tentang Narkotika. Oleh karena itu, Pemerintah dan DPR-RI
mengesahkan dan mengundangkan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang
Narkotika, sebagai perubahan atas UU Nomor 22 Tahun 1997. Berdasarkan UU Nomor
35 Tahun 2009 tersebut, BNN diberikan kewenangan penyelidikan dan penyidikan
tindak pidana narkotika dan prekursor narkotika. Yang diperjuangkan BNN saat
ini adalah cara untuk MEMISKINKAN para bandar atau pengedar narkoba, karena
disinyalir dan terbukti pada beberapa kasus penjualan narkoba sudah digunakan
untuk pendanaan teroris (Narco Terrorism) dan juga untuk menghindari
kegiatan penjualan narkoba untuk biaya politik (Narco for Politic).
2.
Sumber dana Badan Narkotika Nasional (BNN)
Sumber dana Badan Narkotika
Nasional berasal dari Negara yang hanya dapat diketahuioleh orang-orang
tertentu atau staff dari anggota Badan Narkotika Nasional tersebut.
Daftar Pustaka :
Komentar
Posting Komentar