KASUS PELANGGARAN HAK CIPTA FILM SOEKARNO
Hak
Cipta adalah hak eksklusif bagi pencipta atau pemegang hak cipta tersebut untuk
mengatur penggunaan hasil ciptaannya.
Royalti
adalah jumlah yang dibayarkan atas penggunaan hak cipta dan hak paten, seperti
: pencipta mendapat royalti ketika ciptaannya di produksi orang lain, pemilik
tanah mendapatkan royalty ketika tanahnya disewakan ke perusahaan seperti
perusahaan minyak atau perusahaan penambangan.
Film Soekarno garapan
sutradara Hanung Bramantyo terancam ditarik dari peredaran setelah Pengadilan
Niaga Jakarta Pusat mengeluarkan penetapan sementara terkait adanya dugaan
pelanggaran hak cipta di film tersebut.
Penetapan sementara ini diterbitkan
setelah Rachmawati Soekarnoputri, salah satu putri Bung Karno, melayangkan
permohonan ke Pengadilan Niaga Jakarta Pusat.
Dalam penetapan sementara yang
dikeluarkan pada Rabu (11/12), pihak PT Tripar Multivision Plus, Raam Jethmal
Punjabi, dan Hanung Bramantyo diperintahkan segera menyerahkan master serta
skrip film Soekarno kepada Rachmawati. Alasannya, terdapat pelanggaran hak
cipta di film tersebut.
Multivision Plus, Raam Punjabi,
serta Hanung juga diperintahkan menghentikan, menyebarluaskan, ataupun
mengumumkan hal-hal yang terkait dengan film Soekarno khusus di adegan yang
tercantum di skrip halaman 35.
Menurut penetapan sementara, adegan
itu menampilkan "...dan tangan polisi militer itu melayang ke pipi Sukarno
beberapa kali. Saking kerasnya Sukarno sampai terjatuh ke lantai" dan
adegan "popor senapan sang polisi sudah menghajar wajah Soekarno".
Kuasa hukum Rachmawati Turman
Panggabean mengklaim skrip film layar lebar ini dibuat oleh kliennya.
"Skrip pertama dan kedua oke,
lalu di skrip ketiga tiba-tiba ada cerita Soekarno bertemu dengan polisi
militer Jepang dan ditempeleng sampai jatuh. Rachma tidak setuju dan akhirnya
mengundurkan diri," paparnya kepada Bisnis, Kamis
(12/12/2013).
Padahal, menurut Turman, Rachmawati
lah yang awalnya memunyai ide membuat film ini. Setelah kliennya mundur,
produksi film tetap dilanjutkan termasuk adanya adegan yang
dipermasalahkan.
"Film harus ditarik. Kalau mau
dikeluarkan lagi, harus direvisi dulu skripnya," tegasnya.
Permohonan penetapan sementara ini
didasarkan pada Peraturan Mahkamah Agung (Perma) Nomor 5 Tahun 2012. Beleid ini
khusus mengatur hak kekayaan intelektual, yakni hak cipta, desain industri,
merek, dan paten.
Dalam ketentuan itu juga disebutkan
bagi mereka yang tidak menaati penetapan ini dapat dipidana dengan Pasal 216
KUHP. Pidana penjara yang dinyatakan dalam pasal itu adalah paling lama 4 bulan
2 minggu, sedangkan pidana denda paling banyak sebesar Rp9 ribu.
Terkait hal ini, pihak Hanung
menolak berkomentar dan hanya mengatakan permasalahan tersebut akan dijelaskan
oleh kuasa hukum Multivision Plus.
Daftar Pustaka :
Komentar
Posting Komentar